Sakali aia gadang, sakali tapian barubah (setiap kali air bah datang, maka lembah sungai akan berubah)
Sebagaimana Jawa Timur dikenal sebagai basis massa Islam Tradisionalis (katakanlah NU) di republik ini, Sumatera Barat juga dikenal sebagai basis massa Islam Modernis sejak awal abad ke-20. Jawa dengan sejarah Islam-nya yang dirintis oleh Wali Songo telah cukup kita kenal dalam buku-buku sejarah. Strategi pendekatan kultural yang dijalani oleh kelompok ulama ini, ternyata lebih mengena di sanubari masyarakat Jawa (dan juga sebagian Sunda pesisiran seperti Cirebon). Dan hasilnya masih bisa kita lihat saat ini, yaitu sebuah warna Islam yang unik dan sangat khas Indonesia.
Lalu bagaimana dengan Minangkabau (Sumatera Barat dan Daerah-daerah sekitarnya)? Seperti apa pola penyebaran Islam yang terjadi disana, sehingga daerah ini kemudian dikenal sebagai basis massa Islam modernis (katakanlah Muhammadiyah sebagai kelompok yang terbesar). Saya akan menyajikan dalam uraian ringkas dibawah.
Sejarah panjang penyebaran Islam di Minangkabau menurut HAMKA telah dimulai pada abad ke 7 (sezaman dengan Khulafaur Rasyidin), ini dibuktikan dengan catatan sebuah misi dagang Tiongkok, yang bersaksi bahwa telah ada kelompok-kelompok masyarakat asal Timur Tengah (Arab dan Persia) di kota metropolitan pantai barat Sumatera saat itu, yaitu Barus. Di Barus saat itu juga telah bermukim masyarakat yang berasal dari Minangkabau. Dengan demikian dimungkinkan terjadi persinggungan budaya.
Setelah itu tidak ada catatan sejarah lagi. Sejarah Minangkabau baru muncul lagi dalam tulisan pada masa Kerajaan Pagaruyung Hindu (1347-1375) yang masih ada kaitan politik dengan Majapahit di Jawa Timur. Sebagian peneliti sejarah meyakini, pada periode ini telah hidup dengan rukun tiga agama di Minangkabau, yaitu Hindu sebagai agama resmi kerajaan, Buddha sebagai agama masyarakat kebanyakan, dan Islam sebagai agama masyarakat pesisiran dan pendatang. Saat itu di Minangkabau juga berdiam komunitas asal India Selatan dalam jumlah yang signifikan, dimana dibuktikan dengan temuan prasasti yang ditulis dalam dua jenis aksara(bahasa), yaitu aksara pallawa (dalam bahasa sansekerta) dan aksara India selatan.
Dari era 1400-an sampai era 1600-an Minangkabau kembali lenyap dalam berita. Huru-hara politik yang berdarah-darah antara pendukung sistem pemerintahan nagari yang federal dengan keluarga kerajaan Pagaruyung Hindu menjadikan banyak bukti sejarah hilang. Periode ini dipercaya sebagai periode dekonstruksi sejarah Minangkabau yang baru, dengan ciri yang paling khas adalah penghapusan kerajaan Pagaruyung Hindu dari sejarah resmi.
Hipotesa yang berkembang, pada saat itu dimungkinkan para pengampu sistem pemerintahan nagari bersepakat untuk memutus sejarah dengan cara menghilangkan bukti-bukti tertulis yang berkaitan dengan Pagaruyung Hindu. Sejarah selanjutnya akan ditetapkan standar baku yaitu mitos bahwa penduduk Minangkabau bernenek moyangkan Iskandar Zulkarnain, dimana salah satu dari anaknya berlayar ke selatan dan mendarat di gunung marapi yang waktu itu sekelilingnya masih lautan. Putra Iskandar Zulkarnain yang dinamakan Datuk Maharaja Diraja ini dipercaya sebagai nenek moyang orang Minangkabau beserta rombongan yang dibawanya. Sejarah baru ini akan diturun temurunkan secara lisan.
Hipotesa sederhana saya, mitos (sejarah resmi negara) ini dibuat bukan tanpa alasan. Peranan penduduk yang terkait secara budaya dengan India selatan bisa ditelusuri dari gelar Maharaja Diraja ini. Sampai saat ini di India selatan masih ada komunitas yang sama-sama mengaku keturunan Iskandar Zulkarnain dan juga penganut matrilineal. Mereka-mereka ini berkemungkinan adalah keturunan sisa-sisa tentara penakluk dari kerajaan Macedonia (327 SM). Penaklukan oleh Iskandar Zulkarnain sendiri, secara resmi berhenti ditepian sungai Indus (Pakistan sekarang). Tentu masih ada tentara-tentara yang meneruskan perjalanan ke timur dan selatan menyusuri pesisir India, mengingat jarak yang sudah teramat jauh dengan pusat kerajaan di Macedonia.
Tahun 1600-an, wilayah pesisir Minangkabau jatuh kedalam kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam. Wilayah pesisir barat berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan internasional, sehingga era baru tradisi tulisan kembali dimulai. Mazhab resmi Kerajaan Aceh Darussalam saat itu adalah Syiah. Saat itu banyak pelajar-pelajar agama asal Minangkabau yang belajar ke Aceh. Pelajar-pelajar asal Minangkabau pesisir ini pun membawa pulang ajaran Syiah. Bahkan Syekh Burhanuddin dari Ulakan-Pariaman, yang dikenal sebagai pendakwah besar pada zamannya juga mensyiarkan ajaran Syiah ke pedalaman Minangkabau.
Tahun 1600-an sampai akhir 1700-an (200 tahun) juga diketahui sebagai periode berkembangnya aneka macam Tareqat seperti Naqsyabandi dan Syattari. Tarekat Syattari ini masih punya basis massa di Ulakan sampai saat ini. Pada era inilah Islam menyebar ke pedalaman Minangkabau, menggantikan posisi Buddha, Hindu dan Animisme.
Lalu pada awal 1800-an datanglah air bah yang pertama yaitu gerakan Wahabi (atau yang dikenal dengan Salafy saat ini). Era ini dimulai dengan kepulangan tiga orang haji ke Minangkabau yang membawa faham Wahabi. Saat itu di Tanah Suci sana tengah berlangsung revolusi Wahabi. Dan selanjutnya dimulailah peristiwa berdarah-darah di Minangkabau. Dimulai dengan penaklukan satu persatu nagari-nagari (dengan cara dibakar) yang kemudian digabungkan dalam satu pemerintahan mirip kerajaan yang berpusat di Bonjol. Luhak Agam dan Lima Puluh Kota (2 dari 3 wilayah pusat Minangkabau) jatuh ketangan kelompok ini. Puncaknya adalah penaklukan Luhak Tanah Datar yang berakhir tragis yaitu pembunuhan massal terhadap keluarga Kerajaan Pagaruyung Islam dalam sebuah perundingan. Akhir dari kisah ini adalah Perang Paderi yang sangat terkenal itu. Dimana kaum adat dari Luhak Tanah Datar meminta bantuan Belanda ke Batavia.
Efek kejut oleh faham Wahabi ini sangat berdampak di Minangkabau dan merombak tatanan-tatanan yang telah stabil sebelumnya. Inilah awal Minangkabau mengenal faham yang jauh dari akar budayanya. Bahkan etnik Mandailing sempat mencatat peristiwa berdarah-darah ini sebagai Teror Mazhab Hambali.
Suasana panas berangsur menurun di paruh kedua abad 19 (1850-1900). Rekonsiliasi dalam masyarakat Minangkabau terjadi pada periode ini. Wilayah-wilayah taklukan Paderi seperti Luhak Agam dan Pasaman menjelma menjadi basis Islam puritan. Sementara wilayah-wilayah lain mulai berkenalan dengan mazhab Syafii.
Awal 1900-an, datanglah air bah yang kedua, yaitu kepulangan murid-murid Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi dari Mekkah. Syaikh Ahmad Khatib sendiri adalah pengajar asal Minangkabau yang memilih untuk menetap di Mekkah dan tidak mau pulang ke kampung halamannya karena tidak setuju dengan hukum waris yang berlaku. Salah satu dari murid Syaikh ini adalah Haji Rasul (Ayahanda dari Buya HAMKA).
Faham yang dibawa masih bertajuk puritanisme atau pemurnian agama Islam, namun metode yang dipakai sudah lebih lunak. Ini juga terkait dengan situasi yang berkembang di Tanah Suci saat itu, dimana revolusi Wahabi tidak populer lagi. Mazhab Hanafi dan Syafii saat itu populer di masyarakat. Organisasi-organisasi dan sekolah-sekolah Islam dengan gaya modern mulai didirikan. Embrio-embrio ini kemudian ada yang menjadi Muhammadiyah sekarang. Era ini adalah era kebebasan berpendapat. Segala macam faham diluar Hanafi dan Syafii juga masih ada. Tareqat-tareqat, kelompok tradisionalis, kelompok sosialis bahkan komunis mewarnai kehidupan masyarakat.
Masyarakat Minangkabau kenyang dengan aneka ragam mazhab yang berkembang saat itu. Dan ini berlangsung sampai awal kemerdekaan. Pada masa republik masih muda, Masjumi pun memperkenalkan Islam politik yang masih berkerabat dengan gerakan Ikhwanul Muslimun di Mesir sana. Dan pada akhirnya sampailah pada saat sekarang ini, dimana harakah-harakah dalam bentuk baru mulai muncul. Namun karena telah kenyang pengalaman, di Sumatera Barat saat ini tidak ada yang disebut baru lagi. Berbagai macam kelompok itu pun hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat tanpa gesekan. Kalaupun ada letupan-letupan kecil, biasanya disebabkan oleh sekelompok aliran yang di cap sesat oleh mayoritas.
27 comments
Comments feed for this article
July 9, 2007 at 10:38 am
rickisaputra
Adat Basandi Syarak. Syarak Basandi Kitabullah.
Bangga menjadi orang minang. Karena adat pun mengajarkan Islam.
Sungguh beruntung, diriku..
regards,
July 9, 2007 at 10:52 am
Fadli
@rickisaputra
yah, semoga bukan hanya slogan saja.
July 10, 2007 at 7:25 pm
Ricardo
Baik, agak lebih disempurnakan,agar generasi penerus faham.
July 11, 2007 at 7:33 pm
Herianto
Boleh nimbrung ya Fadhli :
Muhammadiyah, IM, Masyumi dan teman PKS memiliki akar persamaan dalam hal ide pembaharuan Islam. Ini terlecut dari kesadaran al Afghani dan muridnya Muhammad Abduh (CMIIW) dalam menatapi ketertinggalan ummat di kancah kehidupan. Kata M Abduh,”Kulihat Islam di negeri Barat, ummatnya ada di negeri Timur”.
Muhammdiyah lahir/terlecut dari semaraknya bid’ah dalam beribadah, Jema’ah tarbiyah (induk PKS) ada dari keinginan menyatukan jema’ah dan sesungguhnya adalah model haraki versi Indonesia (tidak benar2 IM lho). Saya mengkaitkan ini karena antum mping-back postingan ini ke blog hafez.
Yang saya fahami adalah bahwa : Muhammadiyah, IM, Masyumi dan teman PKS ber-aqidah Salafy dan bermanhaj haraki. Muhammadiyah saat ini fokus di Pendidikan, PKS saat ini tenaganya tersedot di dakwah kampus dan partai, salafy di pembersihan aqidah, HT di Islamisasi dan Pengaturan masyarakat dunia (khilafah Ismiyah), JT di sufiyah (pembenahan ruhiyah).
Semestinya ada satu jema’ah yang menangani setiap hal berkaitan dengan kepentingan Islam, jema’ah ini sebutlah jama’atul Islamiyah. Tapi inikan butuh tenaga yg besar. Menuju atau adanya kesatuan jama’atul Islamiyah adalah cita2 kita bersama.
Ma’af kalo paparan saya brantakan (gak teratur).
Intinya saya ingin mengatakan, mlalui blog ini mari kita sama2 mengajak teman2 yg sepertinya bertikai untuk tidak saling menyerang. Target kita sama, adanya kesatuan ummat (jama’atul Islamiyah), kita lagi sama2 bekerja pada sisi2 (fokus) yg berbeda. Tak ada yg lebih baik atau lebih buruk. Yang perlu dikoreksi adalah : mereka2 yang tak mau ikut bekerja, tapi ngomelin orang2 (aktivis) yg bekerja.
lah dulu yo…
Latiah abih mbaco heboh2 di postingan hafez, mungkin dek nyo tu urang makasar …
Besuk2 di ulang…
Wassalam
dari : Urang Minang, PKS, Muhammadiyah, … ISLAM
ISLAM, yang lain cuma baju, tapi [manuruik ambo] paralu… 🙂
July 11, 2007 at 7:48 pm
Fadli
@Herianto
Tentu saja boleh Pak Herianto. Terimakasih atas masukannya disini.
Kalau saya turut sependapat jika hendak berdakwah, pakailah baju dakwah islamiyah, jangan fanatisme golongan (saya sendiri juga kuntum melati muhammadiyah).
Soal aqidah, biarlah Allah yang menghukumi sebagai dzat Yang Maha Tahu.
July 11, 2007 at 8:27 pm
Herianto
Dakwah Islamiyah … ?
Dewan Dakwah dong ! Saya tau bukan.. 🙂
Maksudnya tanpa struktural kan ? 🙂
Mungkin dek Fadli pernah kecewa jo fenomena ashobiyah di setiap kelompok/oganisasi/jema’ah …
Memang teman2 lain banyak juga yang begitu…
Apalagi di pks sejak ada partai, ada yg kecewa saat mmasuki marhalah ini,
Atau kesal dgn teman2 salafy yg begitu rigid … dan terkadang mbosan-kesalkan 🙂
Bgitulah realita …
Tapi seperti kata Ali ra : (Jahil + Struktural) > (Islam – struktural)
Tanya pak deking ya arti rumus di atas… 🙂
Eh, kiro nyo hari lah tambah galok, tingga ambo di gedung kampus malam ko… hii…
#kabur dulu ya#
July 12, 2007 at 11:11 am
Fadli
@ Herianto
Saya ngerti koq arti rumusnya, kalau pertidaksamaannya diganti persamaan, lalu variabel struktural dipindahruaskan maka maknanya :
ehm
“Jahil yang sangat struktural itu lebih besar dari Islam” –> Jahil+2Struktural > Islam.
Ah puyeng, tanya sama mathematicse aja dech biar gampang 😀
btw, klo dilihat-lihat metode yg dipakai salafy itu sebenarnya mirip dengan cara menyelesaikan persamaan matematis.
*pikir pelita hati*
July 13, 2007 at 5:51 pm
Herianto
Paparan :
[1] Membayangkan Islam tanpa organisasi/jema’ah (kelompok struktural) seperti sekarang ? Akankah lebih damai dan maju ?
[2] Menyaksikan realita keberadaan organisasi/jema’ah yg saling fanatik di kelompoknya (ashobiyah) ? 😦 mengecewakan …
Permaslahan : Kenapa jadi gene ya ?
Alternatif solusi :
[1] Seperti ide teman2 salafy : mengharamkan adanya pengelompokan dalam Islam yang disebutnya hizbiyyah…
komentar : Pertama sih kagum juga dengan ide ini… Tapi eh gak tau nya mreka juga terjebak di fenomena ashobiyah (fanatik) akan kelompok/pemahamannya …
[2] Membiarkan/menerima keberadaan organisasi/jema’ah tsb dan berharap mereka dapat mengekang sikap ashobiyah-nya.
Komentar : Berharap dengan : doa, atau plus action, atau jadi penonton di luar pagar.
[3] Mperjuangkan penyatuan semua kelompok (jema’ah/organisasi) dalam satu jema’atul Islamiyah atau khilafatul Islamiyah.
Komentar : ini butuh tenaga extra
[4] Fokus di satu jema’ah dan beramal jama’i dengan mereka sambil mengajak utk tidak bersikap ashobiyah
Komentar : Apa nanti gak terpengaruh ashobiyah juga ya…
[5] Belajar dan nambah wawasan dulu, belum bisa menentukan alternatif terbaik.
Komentar : Asal belajarnya jgn kelamaan, ntar berakhir tanpa keputusan
[6] Masa bodo emang gue pikirin …
Komentar : pikirin dong …
Ayo benahi jakarta, eh… 🙂
Ayo pikir pilih yang mana ?
#Ikut2 an : pikir pelita hati#
July 13, 2007 at 7:04 pm
Fadli
Hmmm menarik juga ulasan Pak Heri. Pak Heri mau tahu jalan apa yang paling singkat, paling praktis, paling aplikatif dan paling logis?
Menurut pendapat saya (maaf menggunakan pendapat sendiri) jalannya adalah Tarbiyah (bukan kelompok Tarbiyah/IM Indonesia lho).
Kenapa Tarbiyah (pendidikan menyeluruh yang murah)?
Lihat saja sekeliling kita, apa masalah terbesar bangsa kita. Jawabannya :
1. Kemiskinan
2. Kebodohan
3. Ketertindasan
Ini masalah paling mendasar bangsa kita, dan saya lihat sampai saat ini hanya Tarbiyah lah jalan satu-satunya untuk mendobrak kebuntuan dan kejumudan itu.
Kenapa Tarbiyah?
Hanya Tarbiyah yang bisa dilaksanakan tanpa harus menunggu-nunggu perkara besar macam daulah islamiyah, khilafah, syariat islam atau mayoritas di parlemen. Ini juga yang telah diperjuangkan pendahulu-pendahulu kita orang Minang lewat amal usaha muhamadiyah, PNI Pendidikannya Hatta, Kerajinan Amai Setia nya Rohana Kudus, Surat Kabar Sunting Melayu. Bahkan pada era yang lebih awal seorang saudagar asal Koto Gadang “menyabot” Sekolah Raja (Kweekschooll) di Bukittinggi agar porsi anak Nagari Koto Gadang paling besar.
Inilah yang membuat Nagari Koto Gadang menjadi fenomenal di Nusantara beberapa puluh tahun kemudian.
Kenapa Tarbiyah?
Semua orang dapat bergerak dalam Tarbiyah. Entah sebagai pengajar, penyumbang, pelindung dan sebagainya. Sekecil apapun peran dalam Tarbiyah tiadalah akan sia-sia. Karena begitu seseorang mengenyam Tarbiyah, ia akan terlecut untuk maju dan maju terus.
Selanjutnya manusia-manusia hasil dari Tarbiyah ini sangat potensial untuk mengubah keadaan. Saya pikir daripada sibuk berdemo dan memimpikan hal-hal muluk kenapa tidak kita canangkan gerakan 1 sekolah murah untuk setiap tingkat untuk 1 kabupaten, yang dibangun dengan swadaya, dimiliki secara bersama dan menampung minimal 100 siswa setiap tingkatannya.
Pengajarnya tidak perlu tetap, yang penting kurikulumnya jelas.
Begitulah kira-kira pemahaman saya.
July 14, 2007 at 10:00 pm
Herianto
Setuju…
Itu makanya teman2 di Padang mereka membuka sekolah Dhu’afa. Tau kan, yang di Lubuk Minturun ?
Tapi lagi2 itu yang mengelola mayoritas adalah para ikhwan yang mngikuti Tarbiyah PKS itu (wah kayaknya saya mulai ashobiah pks nih…). Tapi nyatanya yang lain memang gak mau ikutan, karena pengelola bahkan gurunya sendiri secara materi memang bisa dikatakan hampir gak dapat apa2. Sekolah dhuafa itu 100% gratis untuk anak dhuafa…
Lalu ada juga di Padang pengusaha Muhammadiyah yang mengembangkan Sekolah komputer (AMIK/STMIK Indonesia), anak yatim dan fakir miskin gak bayar, tapi kebanyakan kok yg berasal dari panti ber “bau” Muhammadiyah saja yg terkedepankan (artinya ashobiyah juga). Dan lagi [mnurut saya] dulunya sekolah ini lamban majunya, eh, belakangan ktika oleh pengelola yg baru sekolah ini mulai dikomersilkan, malah mulai tampak kelebihmajuan [infrastruktur]-nya [karena dukungan ekonomi lebih baik]
Sejumlah pendidikan Muhammadiyah lain [terutama di Padang yg saya tahu], gak maju2 ya gara2 bprinsip sekolah murah ini. Biaya sekolah dimurahkan agar terjangkau, tapi masukan dana lain gak ada dan gak mampu mcarinya, akhirnya secara infrastruktur sekolah kita jadi gak maju2. Dan akhirnya semuanya gak maju2.
Saya ingin sekali di Muhammdiyah para kader2 nya (IPM, IMM, PM, …) diberi kegiatan tarbiyah (pengajian rutin) seperti yg dilakukan oleh anak2 pks [yg niru model IM Hasan al bana, niru kalo baik kan gak apa2]. Pernah sih diadain, tapi ntah knapa antusias pesertanya itu lho, kok gak seperti anggota di pengajian liqo PKS. Maka benar kalo ada yg meng-kritik ruhiyah di kader Muhammadiyah sudah sangat surut-nya. Contoh, saya mlihat sendiri anak2 PAN (yg kbanyakan anak Muhammdiyah juga) waktu diajak kampanye Amien rais dulu. Wadduh… beda banget semangat dan keikhlasannya dengan kader2 pks walaupun mereka masih baru2. Bgitu disebut pks mdukung AR waktu itu, jauh lebih jelas kerja nyata mereka dari kader2 AR sendiri. Saya yg semula kesal dengan pks karena lamban mberi dukungan ke AR jadi kembali tercerahkan.
Jadi gagasan membangun ummat mlalui tarbiyah memang gagasan banyak jema’ah, termasuk muhammadiyah, PERSIS, para ikhwan/pks, dan saya dengar juga sedang digalakkan kelompok syiah di jawa timur.
Yang saya saksikan [sebenarnya] adalah : gerakan muhammadiyah dan para ikhwan/pks telah berhasil menggunakan jalur ini/tarbiyah [dengan segala kekurangannya] dalam membangun ummat. Muhammdiyah utk pendidikan umum dan para ikhwan utk kader2 (agen perubahan) nya.
Kelemahan lain dari ummat yang saya pahami adalah bahwa kita lemah di bidang: ekonomi dan manajemen. Lihatlah bagaimana sekolah2 katholik maju, mereka memiliki kemampuan/dukungan ekonomi (patikan) dan manajemen yang bagus ktimbang kebanyakan pendidikan Islam.
Jadi terpesona dengan Pendidikan semata, tetapi lemah di ekonomi, manajemen dan dukungan politis, [mnurut saya] akan timpang juga.
Yah, permasalahan ummat kita memang cukup kompleks.
Kalo kita gak langsung terjun ke lapangan dan medan sesungguhnya, memang seakan solusinya mudah aja. Ada teman yg bilang,”Kenapa jema’ah2 itu gak bersatu aja?”. Yee, memang mudah menyatukan orang2 … Permasalahan utama menurut saya bukan sekedar kita tidak bersatu (secara struktural) dalam satu jema’ah, tapi dari fenomena di ketidak-menyatuan itu kita justru saling melemahkan kerja satu-sama lain, seperti saling serang sehingga kadang mjadi tidak [atau lupa kali ] bekerja sama sekali.
Contoh fenomena di Jakarta, antara orang2 yg sukanya demo dan orang2 yang kerja [mbantu] waktu ada bencana, orangnya ya itu2 juga. Yang protes demo, kadang2 malah gak terjun kerja. 😦
Di kampus saya antara mhs masjid yang katanya ekslusif dengan mhs yg mau kerja kalo ada kegiatan, ya itu2 juga…
Di sesama teman kerja [dosen] juga, antara orang2 yang bawel [minang] dan orang2 yg rajin dan mau kerja, ya itu2 juga [lho kok jadi bangga dengan minangnya ya] 🙂
Kesimpulan/Inti yg hendak disampaikan :
Para pendahulu gerakan ikhwan (di Indonasia) berpikir bahwa para “agen perubahan” itu harus dimulai dari dunia intelektual (kampus). Benar sekali ketika tahapan (marhalah) dakwah dulunya mereka putuskan pertama sekali utk fokus di dunia kampus. Dan sekarang agen2 perubahan itu bekerja, dimana saja dan [kita] saling dukung : di Pendidikan, di Politik, di Seni, di Ekonomi, …. [kalo saya mlihat dimana saja]. Membiarkan agen2 perubahan itu tumbuh dan bkembang dimana saja [itu] jauh lebih baik ktimbang mencari lawan yg [skiranya] tidak jelas manfaat ber-konfrontasi dengannya.
Itu makanya mereka ada [berteman] di : Muhammadiyah, di PERSIS, di [sarang] Liberal, [bahkan ] di Salafy, di Tabligh, dan dimanapun [selagi] Islam bisa diperjuangkan.
Ah, sayang sekali kalo Muhammadiyah bermaksud mengusir mereka dari sarangnya, saya kira tidak , si hafez [saya kira] salah duga aja dengan SK itu.
Memang Bugis dan Minang agak beda karakternya, tapi mirip2 semangat Islamnya …
#Ayo, jangan ashobiyah kesukuan#
July 16, 2007 at 11:39 am
Fadli
@Herianto
Hmm ulasan yang mencerahkan. Terimakasih atas komentar panjangnya.
Saya sekarang justru tertarik pada konsep NU yang saya dapat diantaranya dari pak Kurtubi Zainudin. Kalau bisa tangan kanan berbuat, tangan kiri tidak tahu. NU selalu mengamalkan konsep ini. Intinya adalah keikhlasan beramal tanpa perlu menggembar gemborkan siapa melakukan apa dan pakai baju apa.
Semoga bisa diambil hikmahnya. Sinergi adalah yang kita perlukan saat ini, berbuatlah yang terbaik dengan keahlian masing-masing. Sinergi itu lebih dari sekedar jargon persatuan.
Regards,
July 16, 2007 at 7:59 pm
Herianto
@Fadli
He he jadi kayak berbalas pantun nih dengan Fadli, yah dasar orang minang .. 🙂
Apa ya ? Oh ya begini :
Saya jadi teringat dengan satu pepatah yg bunyinya : jika pipi kirimu ditampar maka berikan pipi kananmu (Saya gak yakin apakah kata2nya persis seperti itu, CMIIW, tapi maksudnya ya begitu). Lalu saya pernah baca lagi tnyata itu berasal dari ajaran Nasrani (Isa as), dimana kita tahu kalo Isa as dikenal diberi tugas mengajarkan agama kepada ummat Yahudi secara “Sufiyah” (Lebih mengutamakan Ibadah ktimbang masalah2 dunia), sedangkan Musa as lebih menonjolkan ajaran2 keduniaan ktimbang ibadah kepada ummatnya. Lalu datang Islam menyempurnakan ajaranNya dengan menyeimbangkan ajarannya baik untuk dunia maupun akhirat, sehingga kebenaran Islam lebih diutamakan karena sifat penyempurnanya itu.
Maksudnya, saya kurang tahu apakah masalah tangan kiri dan tangan kanan dan kaitannya dengan keikhlasan itu memiliki dalil naqli gak dari Islam. Jangan2 sama dengan yg di atas. Kalo ya seberaha keshahihannya? Jujur saya juga gak tahu…
Tapi kalo Islam tidak mengajarkan ttg keikhlasan tentu kita bisa menggunakan dalil di atas (tangan kiri kanan tadi)
Masalah keikhlasan saya mdapat sjumlah pcerahan dari tulisan Yusuf Qardawi yg mlecut saya membuat postingan ini :
http://herianto.wordpress.com/2007/04/23/ikhlas-memilih-tanpa-pilihan-mungkinkah/
#Yusuf Qardawi ? Ashobiyah nih !#
Wallahu a’lam bishawab
NB:
Fadli, kok yg lain belum ikutan ya dengan diskusi kita ini ?
#Hayo yg lain ikut dong, inikan diskusi orang2 biasa aja… #
🙂
July 17, 2007 at 3:28 pm
Fadli
@Herianto
Hmm, koq kecenderungannya jadi seperti debat kusir yang melebar kemana mana. Soal pandangan NU tadi itu, saya lebih memilih untuk menterjemahkannya secara sederhana dan praktis saja. Jujur, saya lebih berorientasi content ketimbang hal-hal diluarnya seperti sejarah, makna, dalil dan lain sebagainya, Kalau saya boleh mengutip Gus Dur saya akan ikut berkata “Gitu aja koq repot!”
Ikhlas itu secara praktis ya sama sederhananya dengan kata “ikhlas” itu sendiri. Saya kira kalau untuk beramal saja kita terlebih dahulu sibuk mencari definisi-definisi yang tidak perlu, kapan beramalnya. Alih-alih berbuat, kita malah terjebak perdebatan (saya tidak mengesampingkan patron “amal tanpa ilmu adalah jahil”)
Kadang-kadang kita terjebak dengan subjektivitas, manakala yang mengajukan konsep adalah orang lain (the others) kita sibuk mencari-cari lipat-lipit kekurangannya. Kita sibuk menguliti siapa yang punya konsep, bukannya meneliti konsep yang dia bawa.
Moga-moga dapat diambil hikmahnya.
July 17, 2007 at 5:00 pm
Herianto
Ya deh…
Pasti ada topik lain bagi kita utk bisa saling mencerahkan. Mnurut saya kita kayaknya jenuh di topik ini… 😦
Tidak sedikit pun saya berniat melukai antum. Demi Allah, kalaupun ada itu pasti bukan ana sengaja…
Yg ana akui adalah, keinginan untuk mbela diri kita (saya) pada momen ttentu di diskusi di atas kadang mencuat…
Manusia memang mudah egois ya ? Semoga lain waktu lebih baik…
Walau pun antum masih jauh belia dari saya, tapi mnurut saya keluasan wawasan dan kesantunan antum bisa ana rasakan, walau ana tak boleh berbohong utk mengatakan bahwa tentu ada celanya juga. Biarkan itu menjadi muhasabah kita.
Saya tidak akan biarkan untuk tidak berdiskusi lagi … 🙂
Wassalam
#Sedih, kok jadi puitis gini…# 🙂
July 17, 2007 at 5:18 pm
Fadli
@ Herianto
Terluka? tentu tidak 😀 (lho koq jadi iklan obat cacing jaman baheula)
Pak Heri ini bisa saja, diskusinya asik koq. Cuma saya rada riskan kalau-kalau terlalu menjurus ke kampanye (maaf lho pak).
Kalau saya disuruh untuk berkampanye, maka saya akan mengkampanyekan blog saya sebagai tempat yang netral dan damai. Boleh mengumbar fakta dan data, namun dimohon jangan gegabah menghakimi atau tergesa-gesa menarik kesimpulan sebelum jelas gelap terangnya.
Ehmm, soal cela itu. Fadli juga manusiaaaaaaaa (kesambet seurieus :p )
Naah biar ga jenuh, di comment atuh postingan terakhir saya 😀
“Ibo ati awak, alah duo ari galeh talatak, alun ado urang nan mambali”
July 17, 2007 at 6:31 pm
Herianto
@Fadli
Tnyata masih ado nan alun lapeh, bialah semoga lapeh…
maka nya nikah, biar …
#Stop, takut dikatain gak nyambung jo si Fadli…#
August 25, 2007 at 1:27 am
B Ali
Pertanyaan: Apakah Islam agama teroris?
Jawaban: Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi teroris.
Tetapi, di dalam Al-Qur’an, ada banyak sekali ayat-ayat yang menggiring umat untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, seperti: kekerasan, anarki, poligami dengan 4 istri, anggapan selain muslim adalah orang kafir, dsb. Sikap-sikap tersebut tidak sesuai lagi dengan norma-norma kehidupan masyarakat modern.
Al-Qur’an dulu diracik waktu jaman tribal, sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa dimengerti lagi seperti seorang suami diperbolehkan mempunyai istri 4. Dimana mendapatkan angka 4? Kenapa tidak 10, 25 atau bahkan 1000? Dalam hal ini, wanita tidak lagi dianggap sebagai manusia, tapi sebagai benda terhitung dalam satuan, bijian, 2, 3, 4 atau berapa saja. Terus bagaimana sakit hatinya istri yang dimadu (yang selalu lebih tua dan kurang cantik)? Banyak lagi hal-hal yang nonsense seperti ini di Al-Qur’an. Karena semua yang di Al-Qur’an dianggap sebagai kebenaran mutlak (wahyu Tuhan), maka umat muslim hanya menurutinya saja tanpa menggunakan nalar.
Sedangkan, tidak ada saksi dan bukti untuk memverifikasi dan memfalsifikasi apakah isi Al-Qur’an betul-betul wahyu dari Tuhan atau bukan? Yang dapat dikaji secara obyektif adalah isi atau ajaran yang dikandung Al-Qur’an itu apakah ia sesuai dengan dan mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, seperti cinta kasih, kesetiaan, ketabahan, rajin bekerja, kejujuran, kebaikan hati atau mengajarkan kebencian dan kekerasan?
Saat ini, banyak pengemuka muslim yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an supaya menjadi lebih manusiawi. Tapi usaha ini sia-sia saja karena ayat-ayat Al-Qur’an itu semuanya sudah explisit sekali. Sehingga tidak bisa ditawar lagi. Disamping itu, pemuka muslim atau siapa saja yang coba-coba memberi tafsiran yang lebih manusiawi tentang Al-Qur’an pasti mendapatkan ancaman terhadap keselamatan fisiknya.
Pertanyaan atas soal ini, betulkah Tuhan menurunkan wahyu kebencian terhadap sekelompok orang yang memujanya dengan cara berbeda-beda, yang mungkin sama baiknya atau bahkan lebih baik secara spiritual? Bukankah akhirnya ajaran-ajaran kebencian ini menjadi sumber kekerasan sepanjang massa?
August 25, 2007 at 3:23 am
B Ali, Mau Anda Apa Sih? « Amd
[…] TERBUKA BUAT SAUDARA B ALI: Singkat saja, apa sih mau anda dengan memposting komen spam ke […]
September 2, 2007 at 5:37 pm
hatinurani21
@Herianto,
Dogma-dogma yang ada di Al-Qur’an sudah tidak berlaku lagi. Kita, orang Nusantara, tidak bisa menuruti perlakuan-perlakuan orang Arab waktu jaman Jahiliyah. Apalagi menuruti perlakuan-perlakuan yang sekarang tidak manusiawi dengan kedok Islam.
Contoh dogma-dogma yang keliru di Al-Qur’an:
Soal poligami:
Umat muslim bilang wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Hal ini sangat keliru. Di Cina, dengan politik anak tunggal, orang Cina memilih anak laki-laki, hamilan anak perempuan biasanya digugurkan. Akibatnya, saat ini cowok lebih banyak daripada cewek. Jadi Al-Qur’an tidak berlaku di Cina. Jadi “wahyu” Tuhan yang di Al-Qur’an itu hanya berlaku di Arab saja. Dinisi kebenaran wahyu bisa dipertanyakan.
Soal halal-haram makanan:
Umat muslim mengharamkan daging babi. Hal ini sangat keliru. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa jantung dan paru-paru babi lebih mendekati jantung dan paru-paru manusia. Jantung atau paru-paru manusia yang sakit bisa diganti/dicangkok dengan jantung atau paru-paru babi. Ini adalah solusi yang ideal karena kelangkaan donor. Berarti Al-Qur’an tidak berlaku lagi disini. Terus bagaimana dengan “wahyu” Tuhan. Disini kebenaran wahyu lagi bisa dipertanyakan.
Soal ke-najis-an binatang anjing:
Anjing adalah najis buat umat muslim. Hal ini sangat keliru karena anjing saat ini sangat membantu manusia, seperti: pelacakan narkoba dipakai oleh polisi duana, membantu menyelamatkan orang-orang yang masih hidup yang tertimbun oleh runtuhan bangunan akibat gempa bumi, menyelamatkan pendaki gunung yang ditimbun oleh longsoran salju, teman hidup dan pemandu orang buta, membantu peternak domba untuk mengembala ratusan domba di gunung-gunung, membantu menemukan pelaku kejahatan kriminal, menyelamatkan pemilik anjing yang sendirian yang korban kecelakan di rumahnya sendiri (anjing terus-terusan menggonggong sehingga tetangga datang untuk menyelamatkan pemilik anjing tersebut), dan banyak lagi. Disini, Al-Qur’an sama sekali tidak berlaku. Terus bagaimana dengan “wahyu” Tuhan yang ada di Al-Qur’an. Disini kebenaran wahyu lagi bisa dipertanyakan.
Dan banyak lagi dogma-dogma lainnya yang keliru yang kita dapatkan di Al-Qur’an.
Sebagai kesimpulan, kita harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
– Melihat dogma-dogma yang ada di Al-Qur’an sudah tidak berlaku lagi, apakah Islam agama universal?
– Haruskan kita, orang Nusantara, meniru perlakuan-perlakuan orang Arab waktu jaman Jahiliyah?
– Haruskah kita, orang Nusantara, menuruti perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi sekarang dengan kedok Islam?
October 29, 2007 at 5:47 pm
budi andrian
inalilahi wa inalilahi rojiun untuk b.ali
October 29, 2007 at 6:17 pm
budi andrian
saudara b.ali tolong anda buat kitab suci yang bisa menyamakan al_qura’anqur’an baik dari segi bahasa dan ilmu.”mungkin itu bisa dikatakan manusiawi .”
masalah anjing:
ilmu anda tentang alqur’an dan islam sangat dangkal . alqur’an lautan ilmu anda harus belajar “berenang” untuk menyelami lautan tersebut .
sebagai manusia kita mempunyai batasan ,berpikir secara terbatas ,melihat secara terbatas .sebagai contoh kita tidak bisa melihat kening kita sendiri tanpa bantuan . kalau anda bertanya apakah agama islam universal? maka saya jawab ya……
coba anda pelajari surat al fatiha. ….
anda bisa melihat kebaikan dari seekor anjing itu hebat…..tapi sayang anda melihat keburukan dari mahluk yang tidak mewakili islam secara keseluruhan .
iqra …..bacalah …belajarlah . semakin banyak belajar semakin sadar anda bodoh ….semoga allah swt membuka mata dan pintu hati anda
February 18, 2008 at 8:39 am
Riza Almanfaluthi
Diskusi luar biasa antara Fadli dan Heryanto. Salut. Semoga bisa mencapai sebuah konklusi.
🙂
February 28, 2008 at 8:11 am
rIAz
kereeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeen………..
bisa jadi debat juga ya…..
padahal udah jelaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaas
February 28, 2008 at 8:24 am
rIAz
sumpee de….
semuanya g bakal selesai dengan menggunakan akal…
relaita terkadang emang g sesuai dengan rumusan yang ada….
terserah….
kehidupan ber Agama adalah kehidupan terserah…
kan tidak ada sama sekali paksaan untuk pada agama atau kelompok tertentu…
kalaupun ada yang merasa terpaksa …
ya salah sendiri dunk…
mengapa g yakin dengan apa yang dipilih…
upssss…(kok ngomong beitu??)
ya..kalau seandainya yaqiiiin aja kan…
g bakal sulit milihyang mana…
buktinya …
sekarang banyak yang mempertanyakan konsep Islam tu yang seperti apa???
atau Islam tu relevan g dengan keadaan seperti ini…
jawabannya mudah aja…
hm….amini aja…yaqin aja…
kalau itu ada dalam al-Quran …maka ikuti …
jika terdapat dalam hadits da shahih..
ya anggukan aja…
g usah banyak koment…
banyak koment tu g mendidik membuat pusing aja…
kan agama tercipta sebagai penenang hatiii….
ngapain juga pusing2..
gitu aja kok repot…
berssikap dengan tterus menuntut semuanya harus seperti apa yang ada dalam akal kita itu jelas tidak mungkin donk…
yang mungkin tu..kita bersikap sesuai dengan apa yang kita yaqini kebenarannya…
cukup berbuat dengan itu…
karena ukur juga donk kemampuan kita sampai dimana??
kalau sudah mengerti semua hadits yang ada dan haal al quran juga mengerti dengan semua hukum, rahasia dibalik kesamaran al Quran baru komentar bro…
tapi kalau belum..
gimana ya..
kayaknya kok jadi g rasional juga ya..
mengomentari sesuatu yang belum kita kuasai….ya ga????
maap sodara-sodara semua…
bukan bermaksud menggurui karena saya yakin dan percaya bahwa saya lebih belia dari anda semua…
he..he..(anak kecil)
kalau ada yang kurang berkenan mohon kerja samanya n petunjuk dari Tuhan…
karena saya yaqin dengan yang saya pilih…
kalau kita masih bingung dengan apa yang kita pilih….
gimana nentuin bisa masuk surga atau g nya ..ya kan???
wong syariatnya aja belum yaqin mana yang mau di ikuti…
peace men ^_^
March 8, 2009 at 9:10 pm
Ali Bakri S.Ag Tuanku Khalifah
Islam di Minangkabau sangat baik,setiap orang Minangkabau pasti Islam,Bukti Islam itu sangat jelas dengan Istiqomah dalam menjalankan Sholat ,Orang Minangkabau Merasa malu sekali kalau Mereka melalaikan Sholat.
February 18, 2010 at 6:54 pm
B Ali, Mau Anda Apa Sih? « A Sort of Homecoming
[…] TERBUKA BUAT SAUDARA B ALI: Singkat saja, apa sih mau anda dengan memposting komen spam ke […]
May 28, 2016 at 6:42 pm
minangkabau rajo
aden ,tu kan namo sarugo nan paliang tinggi……?